Ada yang tahu apa itu hukum KTSP? Hukum KTSP adalah hukum yang membuat kata kerja berawalan K, T, S,
dan P menjadi lebur ketika mendapatkan imbuhan me-, men-, meng-, menge-, meny-, menye-,
Contoh:
patuk= mematuk
sapu= menyapu
tilang= menilang
kayuh= mengayuh
Namun ada kalanya peleburan tersebut tidak berlaku apabila kata kerja K, T, S, P huruf keduanya diikuti dengan huruf konsonan juga.
Contoh:
Proses = memproses bukan memroses
khusus = mengkhususkan
Lima pedoman nasalisasi menurut Gorys Keraf:
1. Nasalisasi berlangsung atas dasar HOMORGAN. Artikulator dan titik
artikulasi sama seperti fonem yang dinasalkan. Rumusnya agak sulit, tapi
sangat mudah dipraktikkan orang Indonesia. Contoh: p dan b bernasal m
[PUKUL jadi MEMUKUL, BUAT jadi MEMBUAT]. Fonem k dan g bernasal ng [KAIS
jadi MENGAIS, GAMBAR jadi MENGGAMBAR].
2. Konsonan bersuara tetap, konsonan tak bersuara [k, p, t, s] luluh.
3. Nasalisasi hanya berlaku pada kata-kata dasar atau yang dianggap kata dasar. Kata berimbuhan tidak mengalami nasalisasi.
4. Fonem y, r, l, w tidak mengalami nasalisasi. Istilahnya, nasalisasi zero.
5. Kata-kata serapan yang masih terasa asing, meski menggunakan k, p, t, s tidak diluluhkan untuk menjaga jangan sampai menimbulkan salah paham.
Merujuk pada lima pedoman Gorys Keraf ini, maka bentukan-bentukan baru macam MEMENGARUHI, MEMUNYAI, MEMERHATIKAN, MENGONSUMSI, MEMOPULERKAN... tidak salah. Sebab, konsonan tak bersuara [k, p, t, s] memang harus luluh. Bahwa selama puluhan tahun kita memakai MEMPENGARUHI, MEMPUNYAI, MEMPERHATIKAN, MENGKONSUMSI, MEMPOPULERKAN... semata-mata akibat kebiasaan saja. Salah kaprah. Kesalahan yang dibiasakan terus-menerus sehingga dianggap benar.
Tapi, ingat, di bahasa mana pun selalu ada pengecualian atau eksepsi. Formula tatabahasa tidak selalu diikuti begitu saja. Bahasa Inggris, misalnya, punya kata kerja tak beraturan yang menyimpang dari rumus umum. Kita harus menghafal sekian banyak irregular verbs kalau ingin berkomunikasi dengan baik dan benar dalam bahasa Inggris.
Karena itu, beberapa pakar bahasa tetap berpandangan bahwa MEMPENGARUHI, MEMPESONA, MEMPUNYAI, MEMERHATIKAN... haruslah dianggap sebagai irregular verbs dalam bahasa kita. Jadi, tidak perlu diluluhkan meski berkonsonan k, p, t, s.
Bagaimana dengan kata serapan macam POPULER, KONSUMSI, SOMASI, KAJI...?
Pedoman nasalisasi ala Gorys Keraf pada 1970 mengecualikan peluluhan kata-kata yang terasa masih asing meski berkonsonan k, p, t, s. Jadilah MEMPOPULERKAN, MENGKONSUMSI, MENGKONSTATASI, MENSOMASI, MENGKAJI [dibedakan dengan MENGAJI Alquran]....
Rupanya, setelah melewati tiga dekade, para redaktur bahasa media berpendapat bahwa kata-kata serapan itu tidak terasa asing lagi. Karena itu, kata-kata serapan tersebut diperlakukan sama dengan kata-kata ‘asli’ bahasa Indonesia: mengalami peluluhan k, p, t, s. Repotnya, pemakai bahasa [masyarakat] sudah bertahun-tahun menggunakan bentukan yang tidak diluluhkan, sehingga mereka menganggap ‘aneh’ bentukan-bentukan seperti MENGONSUMSI, MEMOPULERKAN, MENGAJI [ganti MENGKAJI]....
Bagaimana pula dengan bentukan lebih baru lagi: MEMERBESAR, MEMERPANJANG, MEMERSATUKAN... yang sudah dipakai di beberapa surat kabar Surabaya?
Pada 1970, sekali lagi, Gorys Keraf sudah membuat sedikit panduannya. “... pada prinsipnya peluluhan berlaku pada kata-kata dasar, bukan pada afiks [imbuhan],” tulis guru besar Universitas Indonesia, Jakarta, itu.
Persoalannya, sejak dulu sudah ada bentuk bersaing atau ketaksaan dalam bahasa kita. Di bukunya, Gorys Keraf mencontohkan MENTERTAWAKAN dan MENERTAWAKAN. Kedua-duanya dianggap benar, waktu itu. Kenapa? Persoalannya di kata dasar. Menurut Keraf, sebagian orang berpendapat bahwa TERTAWA itu kata dasar, sebagian lagi bilang TAWA. Kubu yang menganggap TERTAWA kata dasar membuat bentukan MENERTAWAKAN. Kubu lain menggunakan MENTERTAWAKAN karena TERTAWA dianggap kata berawalan TER.
Bentukan MENERTAWAKAN ini kemudian menganalogi dalam MENGELUARKAN, MENGETENGAHKAN, MENGEMUKAKAN.... dan seterusnya. Ini semua kata berimbuhan yang mengalami peluluhan konsonan tak bersuara. Di bukunya, TATABAHASA INDONESIA, Prof. Gorys Keraf secara eksplisit menolak peluluhan MEMPERTAHANKAN, MEMPERBAIKI, MEMPERSATUKAN... dan sebagainya [baca halaman 56].
Bahasa itu dinamis, hidup, mengikuti perkembangan masyarakat. Bisa saja tatabahasa yang dirumuskan pakar bahasa 30 tahun lalu, boleh jadi, tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat di tahun 2007 ini. Apalagi, bahasa asing, khususnya American-English, bukan lagi sekadar diserap secara terbatas, tapi dipakai secara berlebihan oleh orang Indonesia sekarang.
Bahasa gado-gado [Indonesia, Jawa, Betawi, Inggris] malah menjadi gaya hidup. “Please deh! Aku boring banget deh kalau listening music like that. By the way, aku coba meng-apreciate... siapa tahu content-nya keren. Hehehe....”
Bahasa apakah ini? Saya yakin Gorys Keraf,
J.S. Badudu, Anton M. Moeliono... pun pusing tujuh keliling
mendengarkannya.
Kembali ke kata-kata berimbuhan. Apakah harus diluluhkan juga agar kita taat asas pada hukum kedua Gorys Keraf? Saya pribadi, terus terang saja, masih belum ikhlas menerima bentukan-bentukan baru macam MEMERBESAR, MEMERSATUKAN, MEMERSOALKAN... seperti yang dipakai di beberapa koran Surabaya.
Namun, menganalogi pada bentukan MENERTAWAKAN [saya berpendapat bahwa TERTAWA dibentuk dari kata dasar TAWA], kreativitas teman-teman penyunting bahasa untuk mengganti kombinasi awalan MEMPER + [asalnya ME + PER] menjadi MEMER + [fonem p diluluhkan] tidak tanpa alasan. Sangat masuk akal.
Sebab, kalau diurai lebih lanjut, kata MEMPERBAIKI [sebagai contoh] berasal dari ME + PERBAIKI. Nah, PERBAIKI bisa kita anggap sebagai kata dasar.
Dengan begitu, pedoman ketiga Gorys Keraf pun berlaku:
“Nasalisasi hanya berlangsung pada kata-kata dasar atau yang dianggap kata dasar.”
Kembali ke kata-kata berimbuhan. Apakah harus diluluhkan juga agar kita taat asas pada hukum kedua Gorys Keraf? Saya pribadi, terus terang saja, masih belum ikhlas menerima bentukan-bentukan baru macam MEMERBESAR, MEMERSATUKAN, MEMERSOALKAN... seperti yang dipakai di beberapa koran Surabaya.
Namun, menganalogi pada bentukan MENERTAWAKAN [saya berpendapat bahwa TERTAWA dibentuk dari kata dasar TAWA], kreativitas teman-teman penyunting bahasa untuk mengganti kombinasi awalan MEMPER + [asalnya ME + PER] menjadi MEMER + [fonem p diluluhkan] tidak tanpa alasan. Sangat masuk akal.
Sebab, kalau diurai lebih lanjut, kata MEMPERBAIKI [sebagai contoh] berasal dari ME + PERBAIKI. Nah, PERBAIKI bisa kita anggap sebagai kata dasar.
Dengan begitu, pedoman ketiga Gorys Keraf pun berlaku:
“Nasalisasi hanya berlangsung pada kata-kata dasar atau yang dianggap kata dasar.”
* Dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar