Selasa, 28 Mei 2013

RINGKASAN, IKHTISAR, DAN SINOPSIS

Menurut Moeliono (1988) sinopsis adalah karangan ilmiah yang biasanya diterbitkan bersama-sama dengan karangan asli. Yang menjadi dasar sinopsis itu adalah ringkasan dan abstrak.

Cara membuat sinopsis adalah sebagai berikut :
a) Membaca naskah asli terlebih dahulu untuk mengetahui kesan umum penulis.
b) Mencatat gagasan utama dengan menggarisbawahi gagasan yang penting.
c) Mmenulis ringkasan cerdasarkan gagasan-gagasan utama sebagaimana dicatat pada langkah kedua. Gunakanlah kalimat yang padat, efektif, dan menarik untuk merangkai jalan cerita menjadi sebuah karangan singkat yang menggambarkan karangan asli.
d) dialog dan monolog tokoh cukup ditulis isi atau garis besarnya saja.
e) synopsis tidak boleh menyimpang dari jalan cerita dan isi dari keseluruhan karya yang asli.


Ikhtisiar
Menurut Juhara (2003). Ikhtisiar adalah penulisan pokok-pokok masalah penulisannya tidak harus berurutan, boleh secara acak atau disajikan dalam bahasa pembuat ikhtisar tanpa mengubah tema sebuah wacana. Ikhtisiar berfungsi sebagai garis-garis besar masalah dalam sebuah wacana yang berukuran pendek atau sedang.

Ikhtisiar yaitu penyajian singkat dari suatu karangan asli yang tidak perlu memberikan isi dari seluruh karangan itu secara proporsional.

Cara membuat ikhtisiar adalah sebagai berikut :
a) Membaca naskah asli beberapa kali (setidak-tidaknya dua kali).
b) Membuat kerangka bacaan dengan menuliskan pikiran utama atau pikiran pokokj yang terdapat dalam naskah.
c) Menulis ihtisiar.

Ringkasan
Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan asli, sedangkan perbandingan bagian atau bab dari karangan asli secara proporsional tetap di pertahankan dalam bentuknya yang singkat.

Ringkasan (precis) adalah suatu cara yang efektif untuk menyajikan suatu karangan yang panjang dalam bentuk yang singkat. Kata précis berarti memotong atau memangkas.
a) Membaca naskah asli
b) Kalau perlu diulang beberapa kali untuk mengetahui kesan umum tantang karangan itu secara menyeluruh. Penulis perlu juga mengetahui maksud pengarang dan sudut pandang pengarang.
c) Mencatat gagasan utama
d) Pencatatan itu dilakukan dengan tujuan. Pertama, untuk tujuan pengamanan agar memudahkan penulis pada waktu meneliti kembali apakah pokok-pokok yang dicatat itu penting atau tidak; kedua, catatan ini juga akan menjadi dasar bagi pengolahan selanjutnya. Tujuan terpenting dari pencatatan ini adalah agar tanpa ikatan teks asli, penulis mulai menulis kembali untuk menyusun kembali untuk menyusun sebuah ringkasan dengan mempergunakan pokok-pokok yang telah dicatat.
e) Mengadakan reproduksi
f) hal yang harus diperhatikan bahwa dengan catatan tadi, ia harus menyusun suatu wacana yang jelas dan dapat diterima akal sehat, dan sekaligus menggambarkan kembali isi dari karangan aslinya.
g) Ketentuan tambahan
h) Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ringkasan itu diterima sebagai suatu tulisan yang baik. => A). Sebaiknya dalam menyusun ringkasan dipergunakan kalimat tunggal dari pada kalimat majemuk. Kalimat majemuk menunjukan bahwa ada dua gagasan atau lebih yang bersifat paralel. Bila kalimat majemuk telitilah kembali apakah tidak mungkin dijadikan kalimat tunggal. => B). Bila mungkin ringkaslah kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata. Begitu pula rangkaian gagasan yang panjang hendaknya diganti dengan suatu gagasan sentral saja. => C). Jumlah alinea tergantung dari besarnya ringkasan dan jumlah topik utama yang akan dimasukkan dalam ringkasan. Alinea yang mengandung ilustrasi, contoh, deskripsi, dan sebagainya dapat dihilangkan, kecuali yang dianggap penting. => D). Bila mungkin semua keterangan atau kata sifat dibuang. Kadang-kadang sebuah kata sifat atau keterangan masih dipertahankan untuk menjelaskan gagasan umum yang tersirat dalam rangkaian keterangan, atau rangkaian kata sifat yang terdapat dalam naskah.

Skema langkah-langkah dalam membuat sebuah ringkasan:

Persamaan ringkasa, ikhtisiar, dan synopsis yaitu:
Pada prinsipnya synopsis, ringkasan dan ikhtisiar, sama-sama meringkas suatu cerita atau bacaan yang kita baca dengan mengambil intisari atau ide pokok dari suatu karangan yang kita baca.

Sama-sama mempunyai langkah-langkah atau metodologi yang sama yaitu:
Bacalah naskah dua kali
a) Catatlah semua judul, semua topik.
b) Cocokan catatan anda dengan naskah asli.

Susunlah draft sementara dengan mempergunakan catatan di atas (jangan pakai naskah asli).
a) Periksa gaya, tata bahasa dan tanda baca!
b) Tulis kembali dengan rapi, mulai dari judul sampai dengan topik!
c) Periksa kembali apakah ada kesalahan!
d) Cocokanlah jumlah kata dan selesaikanlah!

Perbedaan ringkasan, ikhtisiar, dan synopsis yaitu:
Sinopsis adalah ringkasan pendek dari suatu cerita (cerita pendek, novel, roman, dan karya-karya sastra yang lainnya) atau karangan.

Ikhtisiar ialah bagian yang sangat penting setelah membuat kesimpulan dan rekomendasi. Ikhtisiar mengandung topik persoalan dan tujuan yang akan dicapai melalui topik tersebut.

Pengertian ikhtisiar (summary) merupakan suatu bagian dari tulisan yang menyampaikan suatu informasi yang penting dari sebuah tulisan dalam bentuk yang sangat singkat.

Ringkasan sebagai suatu keterampilan memproduksi suatu buku teks atau karangan tertentu. Untuk menjadi seorang yang membuat reproduksi yang baik harus benar-benar mengetahui dan memahami ini sebuah buku atau karangan.

Contoh ringkasan

a) Sekitar 30.000 hingga 50.000 orang yang berkumpul di kota Hiroshima, Jepang, mengheningkan cipta selama 60 detik. Hal itu mereka lakukan untuk mengenang peristiwa mengerikan ketika Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota itu tanggal 6 Agustus 1945.
b) Orang-orang yang hadir di Peace Memorial Park Hiroshima itu mengenakan ikat kepala untuk mengenang tewasnya sekitar 14.000 orang akibat bom.
c) Menurut Tadatohsi Akiba, Walikota Hiroshima, akhir perang dunia II tidak secara otomatis mengantarkan kita ke abad perdamaian dan kemanusiaan. Masih banyak bentuk kekerasan lain.
d) pelepasan ratusan burung dara putih dan paduan suara anak yang menyanyikan lagu perdamaian turut menyemarakan upacara peringatan itu.
e) Jepang menyerah pada Perang Dunia II, tanggal 15 Agustus 1945.

Contoh Ikhtisiar

Sekitar 30.000 hingga 50.000 orang berkumpul di kota Hiroshima, Jepang untuk mengenang peristiwa jatuhnya bom atom di kota itu pada tanggal 6 Agustus 1945 yang menewaskan sekitar 14.000 jiwa. Mereka bersama-sama mengheningkan cipta selama 60 detik dan melepaskan ratusan burung dara pada upacara peringatan ini. Upacara tersebut akan dilanjutkan pada hari Kamis 9 Agustus 2001 di kota Nagasaki yang 56 tahun yang lalu juga dibom oleh AS sehingga menewaskan sekitar 70.000 orang pada peringatan itu Perdana Menteri Jepang Junichiro Koizumi meminta kepada seluruh dunia untuk menghapus senjata nuklir.

Contoh Sinopsis

Synopsis Cerpen “Bulan Mati”.
Seorang laki-laki bernama Enos dan wanita bernama Ina saling jatuh cinta. Kedua keluarga, baik dari pihak Enos maupun Ina tidak menyetujuinya dan menentang keras hubungan mereka. Masalah kehormatan dan adat istiadat membuat jarak panjang yang tak terselesaikan.

Kedua ayahnya mengancam akan membunuh jika mereka masih saling mencintai. Ancaman ini bukan hanya kepada Enos dan Ina tetapi juga kepada ayah mereka masing-masing.

Ketika Enos sedang berduaan dengan Ina muncullah Amalodo, ayah Ina dengan amarahnya. Ia langsung menembak Enos hingga meninggal kemudian Amalodo meladeni berduel ketengah lautan Matekato, ayah Enos. Mereka memancing bersama. Mungkin inilah bentuk berduel ala mereka. Pemenangnya yang mendapatkan ikan paling banyak, paling besar, atau yang pertama memperoleh ikan.

Namun, sayang sekali saat itu bulan mati, sehingga tidak ada ikan. Yang terkena kail malah mayat Ina. Ina telah mati menceburkan diri kelaut mengikuti Enos.

sumber: http://lifes-todeath.blogspot.com

NILAI-NILAI DALAM CERPEN


Nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen, antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Nilai moral, yaitu nilai yang berkaitan dengan akhlak/budi pekerti/susila atau baik buruk tingkah laku.
2. Nilai sosial/kemasyarakatan, yaitu nilai yang berkaitan dengan norma yang berada di dalam masyarakat.
3. Nilai religius/keagamaan, yaitu nilai yang berkaitan dengan tuntutan beragama.
4. Nilai pendidikan/edukasi, yaitu nilai yang berkaitan dengan pengubahan tingkah laku dari baik ke buruk
    (pengajaran).
5. Nilai estetis/keindahan, yaitu nilai yang berkaitan dengan hal-hal yang menarik/menyenangkan (rasa
    seni).
6. Nilai etika, yaitu nilai yang berkaitan dengan sopan santun dalam kehidupan.
7. Nilai politis, yaitu nilai yang berkaitan dengan pemerintahan.
8. Nilai budaya, yaitu nilai yang berkaitan dengan adat istiadat.
9. Nilai kemanusiaan, yaitu nilai yang berhubungan dengan sifat-sifat manusia. Nilai-nilai ini ada yang bersifat  ideologis, politis, ekonomis, sosiologis, budaya, edukatif, humoris, dan sebagainya.

HUKUM KTSP

Ada yang tahu apa itu hukum KTSP? Hukum KTSP adalah hukum yang membuat kata kerja berawalan K, T, S, dan P menjadi lebur ketika mendapatkan imbuhan me-, men-, meng-, menge-, meny-, menye-, 
Contoh:
patuk= mematuk
sapu= menyapu
tilang= menilang
kayuh= mengayuh

Namun ada kalanya peleburan tersebut tidak berlaku apabila kata kerja K, T, S, P huruf keduanya diikuti dengan huruf konsonan juga.

Contoh:
Proses = memproses bukan memroses
khusus = mengkhususkan
Lima pedoman nasalisasi menurut Gorys Keraf:


1. Nasalisasi berlangsung atas dasar HOMORGAN. Artikulator dan titik artikulasi sama seperti fonem yang dinasalkan. Rumusnya agak sulit, tapi sangat mudah dipraktikkan orang Indonesia. Contoh: p dan b bernasal m [PUKUL jadi MEMUKUL, BUAT jadi MEMBUAT]. Fonem k dan g bernasal ng [KAIS jadi MENGAIS, GAMBAR jadi MENGGAMBAR].

2. Konsonan bersuara tetap, konsonan tak bersuara [k, p, t, s] luluh.

3. Nasalisasi hanya berlaku pada kata-kata dasar atau yang dianggap kata dasar. Kata berimbuhan tidak mengalami nasalisasi.

4. Fonem y, r, l, w tidak mengalami nasalisasi. Istilahnya, nasalisasi zero.

5. Kata-kata serapan yang masih terasa asing, meski menggunakan k, p, t, s tidak diluluhkan untuk menjaga jangan sampai menimbulkan salah paham.


Merujuk pada lima pedoman Gorys Keraf ini, maka bentukan-bentukan baru macam MEMENGARUHI, MEMUNYAI, MEMERHATIKAN, MENGONSUMSI, MEMOPULERKAN... tidak salah. Sebab, konsonan tak bersuara [k, p, t, s] memang harus luluh. Bahwa selama puluhan tahun kita memakai MEMPENGARUHI, MEMPUNYAI, MEMPERHATIKAN, MENGKONSUMSI, MEMPOPULERKAN... semata-mata akibat kebiasaan saja. Salah kaprah. Kesalahan yang dibiasakan terus-menerus sehingga dianggap benar.

Tapi, ingat, di bahasa mana pun selalu ada pengecualian atau eksepsi. Formula tatabahasa tidak selalu diikuti begitu saja. Bahasa Inggris, misalnya, punya kata kerja tak beraturan yang menyimpang dari rumus umum. Kita harus menghafal sekian banyak irregular verbs kalau ingin berkomunikasi dengan baik dan benar dalam bahasa Inggris.

Karena itu, beberapa pakar bahasa tetap berpandangan bahwa MEMPENGARUHI, MEMPESONA, MEMPUNYAI, MEMERHATIKAN... haruslah dianggap sebagai irregular verbs dalam bahasa kita. Jadi, tidak perlu diluluhkan meski berkonsonan k, p, t, s.

Bagaimana dengan kata serapan macam POPULER, KONSUMSI, SOMASI, KAJI...?

Pedoman nasalisasi ala Gorys Keraf pada 1970 mengecualikan peluluhan kata-kata yang terasa masih asing meski berkonsonan k, p, t, s. Jadilah MEMPOPULERKAN, MENGKONSUMSI, MENGKONSTATASI, MENSOMASI, MENGKAJI [dibedakan dengan MENGAJI Alquran]....

Rupanya, setelah melewati tiga dekade, para redaktur bahasa media berpendapat bahwa kata-kata serapan itu tidak terasa asing lagi. Karena itu, kata-kata serapan tersebut diperlakukan sama dengan kata-kata ‘asli’ bahasa Indonesia: mengalami peluluhan k, p, t, s. Repotnya, pemakai bahasa [masyarakat] sudah bertahun-tahun menggunakan bentukan yang tidak diluluhkan, sehingga mereka menganggap ‘aneh’ bentukan-bentukan seperti MENGONSUMSI, MEMOPULERKAN, MENGAJI [ganti MENGKAJI]....

Bagaimana pula dengan bentukan lebih baru lagi: MEMERBESAR, MEMERPANJANG, MEMERSATUKAN... yang sudah dipakai di beberapa surat kabar Surabaya?

Pada 1970, sekali lagi, Gorys Keraf sudah membuat sedikit panduannya. “... pada prinsipnya peluluhan berlaku pada kata-kata dasar, bukan pada afiks [imbuhan],” tulis guru besar Universitas Indonesia, Jakarta, itu.

Persoalannya, sejak dulu sudah ada bentuk bersaing atau ketaksaan dalam bahasa kita. Di bukunya, Gorys Keraf mencontohkan MENTERTAWAKAN dan MENERTAWAKAN. Kedua-duanya dianggap benar, waktu itu. Kenapa? Persoalannya di kata dasar. Menurut Keraf, sebagian orang berpendapat bahwa TERTAWA itu kata dasar, sebagian lagi bilang TAWA. Kubu yang menganggap TERTAWA kata dasar membuat bentukan MENERTAWAKAN. Kubu lain menggunakan MENTERTAWAKAN karena TERTAWA dianggap kata berawalan TER.

Bentukan MENERTAWAKAN ini kemudian menganalogi dalam MENGELUARKAN, MENGETENGAHKAN, MENGEMUKAKAN.... dan seterusnya. Ini semua kata berimbuhan yang mengalami peluluhan konsonan tak bersuara. Di bukunya, TATABAHASA INDONESIA, Prof. Gorys Keraf secara eksplisit menolak peluluhan MEMPERTAHANKAN, MEMPERBAIKI, MEMPERSATUKAN... dan sebagainya [baca halaman 56].

Bahasa itu dinamis, hidup, mengikuti perkembangan masyarakat. Bisa saja tatabahasa yang dirumuskan pakar bahasa 30 tahun lalu, boleh jadi, tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat di tahun 2007 ini. Apalagi, bahasa asing, khususnya American-English, bukan lagi sekadar diserap secara terbatas, tapi dipakai secara berlebihan oleh orang Indonesia sekarang.

Bahasa gado-gado [Indonesia, Jawa, Betawi, Inggris] malah menjadi gaya hidup. “Please deh! Aku boring banget deh kalau listening music like that. By the way, aku coba meng-apreciate... siapa tahu content-nya keren. Hehehe....”
  
Bahasa apakah ini? Saya yakin Gorys Keraf, J.S. Badudu, Anton M. Moeliono... pun pusing tujuh keliling mendengarkannya.

Kembali ke kata-kata berimbuhan. Apakah harus diluluhkan juga agar kita taat asas pada hukum kedua Gorys Keraf? Saya pribadi, terus terang saja, masih belum ikhlas menerima bentukan-bentukan baru macam MEMERBESAR, MEMERSATUKAN, MEMERSOALKAN... seperti yang dipakai di beberapa koran Surabaya.

Namun, menganalogi pada bentukan MENERTAWAKAN [saya berpendapat bahwa TERTAWA dibentuk dari kata dasar TAWA], kreativitas teman-teman penyunting bahasa untuk mengganti kombinasi awalan MEMPER + [asalnya ME + PER] menjadi MEMER + [fonem p diluluhkan] tidak tanpa alasan. Sangat masuk akal.

Sebab, kalau diurai lebih lanjut, kata MEMPERBAIKI [sebagai contoh] berasal dari ME + PERBAIKI. Nah, PERBAIKI bisa kita anggap sebagai kata dasar.

Dengan begitu, pedoman ketiga Gorys Keraf pun berlaku:

“Nasalisasi hanya berlangsung pada kata-kata dasar atau yang dianggap kata dasar.”
* Dari berbagai sumber